Free Red Glitter Pointer Cursors at www.totallyfreecursors.com
Summer: Bersama kesulitan, ada kemudahan

Wednesday, February 26, 2014

Bersama kesulitan, ada kemudahan

     Tidak mudah untuk mengajak orang lain menuju kebaikan. Bahkan bukan sesuatu yang asing lagi jika hal itu justru membuat orang lain merespon sebaliknya. Menjauh misalnya. Seperti yang dirasakan gadis belia itu. Sejak mulai membuka diri mencari tahu tentang ilmu agama lebih dalam, ia pun berniat mengajak sahabat-sahabatnya merasakan nikmat yang baru-baru ini ia rasakan. Nikmat mencintai Allah. Tapi niatnya itu tidak selancar seperti ia membaca buku-buku tentang Islam. Justru sebaliknya, ia sempat merasa bahwa sahabat-sahabatnya sedikit menjauh. Memang tidak ada perbincangan lirih yang ia dengar tentangnya, atau seperti cibiran karena ia dinilai sok alim. Tapi dengan sikap yang menurutnya berbeda dari biasanya, gadis belia itu merasa sedikit melemah. Semangatnya untuk meraih cinta Allah bersama mereka sedikit luntur karenanya.


     "Eh, ngeliat kamu aku jadi pengen bikin gamis juga...."
     "Ya ya. Ayo bikin. Kita sama-sama pake baju seperti ini. Asiik...." 

     Seorang teman lama dari masa SMA yang beberapa waktu terakhir menemui gadis belia itu. Pertemuan kembali yang tidak disangka-sangka oleh si gadis belia. Sebenarnya, dalam lubuk hatinya ia pernah merasa sedih karena berpikir tidak akan pernah bertemu dengan seorang teman seperti ia lagi. Tapi Allah menunjukkan rencana-Nya yang lain. Tanpa ia sendiri rencanakan, teman baiknya semasa SMA itu dihadirkan kembali dalam kehidupannya. Syukur dan bahagia kembali ia rasakan.
     Ketika suatu kesulitan datang, seketika itu pula kemudahan pun didatangkan.
     
    "Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." (TQS Al-Insyirah 5-6)
     
    Itulah yang dirasakan si gadis belia. Ketika merasa terasing dan mulai luntur semangatnya, seorang sahabat dihadirkan kembali di sisinya. Sahabat lama yang ternyata memiliki jalan tujuan yang sama dengannya, meraih cinta Allah. Meskipun awalnya terasa sulit, tapi dengan dorongan teman seperjuangannya, akhirnya ia merasa sedikit lebih lapang. Meski ia belum bisa mengajak sahabat-sahabatnya di kampus untuk berjalan bersamanya, namun ia merasa mereka kembali seperti sebelumnya. Mengobrol seperti biasanya, bercanda, dan melakukan beberapa hal bersama.
     "Alhamdulillah, rasanya jauh lebih baik...." Ucapnya tersenyum.

     "Nak, liburan besok pake celana aja ya? Nanti beli celana langsung tiga sekalian."
     Kalimat permintaan orang tuanya membuat kedua mata gadis belia itu berkaca-kaca. Kini, dua orang yang ia harap ridhonya justru meminta sesuatu yang sebaliknya. Maka apakah yang harusnya ia lakukan? Meski gadis belia itu telah sedikit berubah menjadi lebih ramah dan tidak terlalu pendiam seperti sebelumnya, tapi satu hal yang masih saja sama dalam dirinya. Ia masih kesulitan untuk membiarkan orang lain mendengar dan menyimaknya, apalagi saat mereka mengarahkan pandangan padanya. Bukan hanya orang lain yang bukan siapa-siapanya, bahkan pada orang tuanya pun demikian. Entah apa namanya, memang terdengar agak aneh bagi kebanyakan orang. Sementara orang lain ingin didengar dan diperhatikan, ia justru memilih untuk mendengar dan berusaha mengalihkan pandangan orang pada dirinya.
     Mungkin bagi sebagian besar orang, ketika berada dalam kondisi sepertinya, akan memilih untuk menjelaskan secara baik-baik bahwa ia tidak bisa memenuhi permintaan tersebut dan mengatakan alasannya. Tapi bagi gadis belia itu, melakukan hal yang sama sangatlah sulit. Ibaratnya, ia baru saja belajar untuk membaca satu paragraf di depan seorang guru, lantas tiba-tiba dipilih untuk mewakili sekolah membaca di atas podium di depan audien yang jumlahnya tentu berkali lipat teman sekelasnya. Ya, rasanya sangat sulit bagi mereka yang memahami kondisi psikis sepertinya.

     Lalu, apa yang mungkin bisa ia lakukan?

No comments:

Post a Comment