Free Red Glitter Pointer Cursors at www.totallyfreecursors.com
Summer: March 2014

Thursday, March 20, 2014

Aneh, Tapi Umum



     Suatu pagi bibi sedang mencuci pakaian, tiba-tiba seorang tetangga datang dan menyapanya.
     “Bi.....”
     “Eh Bu Ratna.” Jawab bibi.
     “Lagi nyuci bi?” Tanya tetangga yang bernama Ratna itu.

     Pagi esoknya, tante dan aku berada di dapur. Kami memasak untuk menu sarapan dan makan siang. Tiba-tiba seorang tetangga datang dan menyapa.
     “Mbak....”
     “Eh Mbak Irma....” jawab tanteku.
     “Lagi masak mbak?” Tanya tetangga yang bernama Irma itu.

     Pagi ini, temanku datang. Kami berencana mengerjakan sebuah karya tulis bersama. Di sela-sela perbincangan, kami membahas suatu hal yang menurut kami aneh namun sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat. 
     "Aku kan dateng ke tempat kerja pagi-pagi, terus temen kerjaku dateng, nanya ke aku, 'Ra, kamu jaga pagi?'. Aku ngejawab iya."
     "Nah, itu tu menurutku basa-basi yang nggak banget. Tau sih kalo basa-basi, tapi ya sebasa-basinya basa-basi, seenggaknya yang agak iya dikit gitu lah. Udah tau masak masi ditanya 'lagi masak?', yang nyuci juga ditanya 'lagi nyuci?'. Itu kenapa aku nggak bisa basa-basi. Mau diem dikira sombong, mau nanya ya kok nggak banget!"
     "Hahaha." tawa kami.
     "Harusnya kan gini,' ucap temanku menjelaskan.
     'kalo orang lagi masak bisa aja kan tanya 'masak apa?', atau kalo yang lagi nyuci tanyanya 'cuciannya banyak ya bi?'. Jadinya kan pertanyaan dan jawaban juga nggak mubadzir." lanjutnya....
     Mendengar penjelasannya kami justru semakin tertawa. Aneh memang, yang dengan jelas dapat diketahui sedang melakukan apa seolah ditanyakan sekedar untuk mempertegas kegiatan tersebut. Meskipun mungkin, tujuannya untuk beramah tamah. Tapi jika dirasa-rasa, memang seperti membuang-buang kalimat. Meskipun ngomong berjam-jam juga gratis si.... Tapi menurutku (menurutku lho ya), sangat aneh melakukan hal itu. Aku sendiri tidak terbiasa basa-basi, langsung saja ke pokok pembicaraan. Seringkali terkesan 'nggak ngomong kalo nggak butuh'. Perlu diketahui, sama sekali tidak ada maksud hanya ngomong kalo butuh. Setiap bertemu atau di saat-saat saling berkumpul justru aku seperti orang yang paling menderita. Kenapa? Karena secara otomatis aku berpikir keras untuk menemukan basa-basi seperti apa yang bisa kukatakan sekedar untuk menyampaikan pada mereka bahwa aku ingin berbicara. Bukannya berbicara karena ingin didengar, hanya menunjukkan pada mereka bahwa aku juga suka menyapa dan membahas ini dan itu, dan bukannya sok cool serta acuh begitu saja. Tapi sayangnya, otomatis berpikir tidak membuatku bisa otomatis berucap. Wah, sulit ternyata.

Friday, March 7, 2014

     Beberapa hari melalui banyak hal bersama sahabatnya membuat gadis belia itu berpikir tentang pernikahan.

إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نِصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي

Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi).

     "Nama saya...." Gadis belia itu kini telah menjadi seorang perempuan remaja yang beranjak dewasa. Ia bernama Syifa. Sejak mengetahui hadits tersebut, ia berpikir untuk menyempurnakan separuh agamanya. Ia begitu ingin menikah hanya karena satu kalimat tersebut, terlebih ketika Sari, sahabatnya memberikan pendapat yang sama. Keinginannya semakin kuat, dan ia semakin sering berdoa di waktu-waktu khusus selain dalam sholat. Ia mulai mencintai hujan melebihi sebelumnya. Ia pun lebih tenang setelah adzan berkumandang, dan ia, berusaha lebih sabar. Semua kebiasaan yang tidak baik di waktu-waktu istimewa itu ia ganti dengan rangkaian doa. Tentang pernikahan yang rahmatan lil 'alamin, tentang putra putri yang sholeh dan sholehah, tentang keluarga, tentang apapun lainnya yang ia sering abaikan sebelumnya. Ia berdoa, dan terus berdoa. 

"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan." (TQS Al Fatihah 5).

     Setiap kali pertemuannya dengan Sari, mereka hampir selalu mengungkapkan untuk segera menikah untuk melaksanakan perintah tersebut. Mengobrol tentang seperti apa kelak suami mereka, juga tentang usia mereka kelak ketika memiliki anak. Seolah telah siap dengan keputusan menikah tersebut, keduanya sangat antusias membicarakan pernikahan. Saat ditanya, Syifa begitu bersemangat menjawab. Tapi, suatu saat sesuatu sepertinya tampak berbeda.

     "Dari hasil periksa tadi katanya minat untuk menikah minim banget, bahkan hampir nggak ada." Ucap Syifa saat mengobrol bersama Sari.
     "Kok bisa ya? Padahal kan duluan kamu yang bilang mau nikah, malah lebih ngebet kamu." Kata Sari menanggapi pernyataan Syifa.

     "Iya, memang sungguh aku ingin menikah. Tapi sesungguhnya bukan pernikahannya yang kuimpikan, melainkan saat-saat di mana aku telah menyempurnakan separuh agamaku. Bukan kekasih yang halal yang kudambakan, melainkan saat-saat setiap keikhlasan dan keridhoanku menyertai harinya memenuhi catatan amalan yang menuntunku menuju jannah. Sungguh aku belum terbiasa meski hanya membayangkan akan ada seorang laki-laki dalam kehidupanku. Sungguh masih terasa sulit bagiku. Tapi aku ingin mengejar cinta-Nya, aku ingin menyempurnakan diri sebagai umat-Nya."


     Terasa sangat sulit bagi Syifa untuk memantapkan hati menerima seseorang masuk dalam kehidupannya. Bukan karena hatinya telah terisi, melainkan karena pandangannya terhadap laki-laki yang membuatnya sulit menerima kaum adam. Meski dari hati yang paling dalam ia menyadari bahwa manusia yang paling dicintainya adalah seorang laki-laki, Rasulullah sallallahu 'alaihi wa salam. Tapi beliau berbeda, manusia pilihan dengan hati yang jauh berbeda dari sebagaimana laki-laki biasa. Cintanya karena kecintaan pada Allah, dan marahnya tersebab sesuatu yang dibenci Allah, akhlaknya adalah al Qur'an. Maka apa yang menghalangi umat untuk mencintainya? Syifa tidak berharap seseorang seperti manusia pujannya itu yang kelak akan menjadi imamnya, jelas itu tidak mungkin. Tidak satu umat manusia pun yang mampu menjadi seperti Rasulullah. Hatinya semakin bimbang. Ia semakin mantap jika memikirkan kelak setiap harinya mengisi waktu dengan amalan yang dianjurkan Rasul tercintanya, namun ia sedikit goyah jika memikirkan tentang kehadiran seorang laki-laki dalam hidupnya.


"Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." (TQS Al-Baqarah 216).

     Kembali pada-Nya, Dzat Penguasa seluruh alam adalah pilihan yang paling tepat menurutnya. Setiap masalah sudah seharusnya dikembalikan pada-Nya, meminta petunjuk dan kekuatan untuk selalu bersabar menjalaninya. Lalu, harus seperti apa Syifa meminta? Sesuatu yang sedang mengganggunya, yang kini menjadi masalahnya bukanlah restu orang tua, atau jodoh yang tak kunjung datang. Masalahnya adalah dirinya sendiri.

Thursday, March 6, 2014

It's Called Freedom



Bebas, seperti saat aku mengepakkan sayap tanpa ragu. Bebas, seperti saat berdiri di atas tebing dan berteriak sekuat tenaga. Tapi rumahku bukan rumah pohon, yang mengharuskanku terbang untuk berpindah ke tempat lain. Tempatku berada juga sangat jauh dari alam bebas yang sepi, yang membiarkanku bersuara tanpa batas. Aku bebas, namun berbatas.
Bebasku bukan membiarkan diri acuh hingga merampas bebas orang lain. Aku bebas, namun berbatas. Jika berteriak sekencangnya sedangkan banyak pasang telinga terganggu, aku pun merasa terkekang dengan kecapan mereka. Jika terbang tanpa ragu sedangkan banyak jejak kaki jadi tak beraturan, aku pun terkekang dengan pandangan sinis mereka. Aku bebas, namun berbatas.

Monday, March 3, 2014

     Hingga sehari sebelum waktunya, gadis belia itu masih belum juga menemukan jawaban yang tepat untuk ia katakan pada kedua orang tuanya. Ia pun belum sama sekali bergerak untuk melaksanakan pinta mereka. Memang, saat ini yang ada di pikirannya adalah menjelaskan pada kedua orang tuanya bahwa ia tidak bisa memenuhi permintaan sederhana itu, dan alasan kenapa demikian.Tapi, untuk berbicara, ternyata bukan jalan yang ia tempuh.
     Gambar, poster, ia lebih memilih untuk mengatakannya melalui karya visual. Bukan karyanya sendiri. Ia hanya mencari beberapa poster atau gambar yang menerangkan tentang alasannya menolak permintaan itu. Gadis belia itu tidak terlalu yakin, tapi ia sangat berharap dengan cara itu. Bahkan ia tak henti-hentinya berdoa agar semua itu benar-benar bekerja. Ia juga selalu meminta agar Allah membuka hati kedua orang tuanya. Entah seperti apa hasilnya nanti, ia hanya benar-benar memohon.
     Hujan adalah teman terbaiknya saat itu. Setiap rintik hujan tiba, ia begitu tenang, damai, dan begitu hanyut dalam doa
     "Ya Allah, luluhkanlah hati kedua orang tua hamba. Mudahkanlah hamba dalam menyampaikan perintah-Mu pada mereka, tanpa sedikit pun menyakiti hati keduanya. Ya Allah, berikanlah hamba kekuatan dan kesabaran, hamba ingin dengan lemah lembut menyampaikan pada mereka, yang dalam ridhonya ada ridho-Mu."

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."