Free Red Glitter Pointer Cursors at www.totallyfreecursors.com
Summer: July 2012

Sunday, July 8, 2012

Mimpi dan Realita



       Do you know who is he?

       Tahukah kamu siapa anak kecil itu?

       Ia adalah seseorang yang memerankan tokoh Raunchie dalam sebuah film A Miracle Of Love. Sebuah film yang menceritakan kisah nyata seorang anak dan keluarganya dalam penuh perjuangan. Raunchie, adalah seorang anak laki-laki yang dilahirkan dengan dianugerahi keistimewaan oleh-Nya. Ia berbeda, secara medis orang menyebutnya dengan autis.


Setelah menyadari hal itu, kedua orang tuanya terutama sang ibu merasa mendapat pukulan yang menyakitkan. Dokter menyatakan kemungkinan terbaik jika dilakukan proses penyembuhan adalah terbentuknya respon, jauh dari harapan orang tuanya yang mengiginkan puteranya bisa menjadi sama seperti yang lainnya. Tapi hantaman itu justru menjadi kekuatan bagi mereka.

       Saat itu aku membayangkan posisiku ada seperti mereka, aku pikir aku akan meyerah. Tapi mereka, jatuh bangun, mengerahkan semua kemampuan, kesabaran, kasih sayang, terus berjuang untuk memasuki dunia Raunchie yang saat itu tak mampu tersentuh oleh siapa pun.
Lantas apa yang terjadi?
"Raunchie tersenyum"
Senyuman yang diberikan Raunch itu seperti keluar menuju taman yang luas setelah sekian lama terkurung dalam ruang sempit. Dengan senyuman itu, sang ibu semakin kuat untuk berjuang, hingga akhirnya...

Raunchie

       Jika impian harus dibatasi dan harus selalu menyesuaikan diri dengan realita, maka apakah hal yang realistis jika seorang ibu dari Raun Kaufman menginginkan anaknya menjadi anak yang normal dan terlepas dari vonis autisnya? Sama sekali jauh, jauh dari kata realistis! Tapi apa hasilnya, sungguh luar biasa.  Manusia yang begitu kerasnya, begitu gigih dalam berusaha hingga Tuhan menjawab usaha dan doa-doa mereka. Itulah sebenarnya impian. Terlihat sulit, sangat sulit, dan bahkan tidak mungkin. Jika terlihat mudah dan mungkin-mungkin saja, bukan impian namanya, melainkan keinginan yang hanya perlu membalikkan tangan untuk memperolehnya.

       Bukan impian yang harus menyesuaikan diri dengan realita, tapi realita lah yang harus menunggu saat di mana impian itu benar-benar terjadi. Karena sesungguhnya, impian adalah realita yang belum terwujud, hingga akhirnya akan benar-benar menjadi realita dengan segala usaha dan kesungguhan.

Friday, July 6, 2012

M I M P I


       Mimpi bagiku adalah seperti kata lain yang digunakan untuk menggambarkan keinginan terbesar. Banyak orang yang bermimpi dengan sekian rupa impian. Semua orang yang bermimpi itu sama antara satu sama lainnya. Mereka semua menilai sesuatu sebagai harapan dan berangan agar impiannya adalah suatu hal yang nyata. Tapi ada yang berbeda di antara mereka, yaitu kepercayaan. Sebagian orang yakin dan percaya untuk terus berusaha hingga impiannya terwujud. Mereka percaya bahwa suatu saat hal itu akan terjadi, dan di setiap kesulitan dalam perjuangannya ada kepercayaan bahwa pasti ada jalan keluar di sela-sela kesulitan itu. Sebagian lain juga menggantungkan impiannya, tapi, mereka tidak sepenuhnya percaya. Ada kekhawatiran dalam diri mereka tentang terwujudnya mimpi yang mereka gantungkan. Keinginan yang besar ada, tapi rasa percaya mulai terkikis dari waktu ke waktu, bahkan karena diri mereka sendiri. Tanpa disadari, mereka dengan sengaja mengikis kepercayaan akan terwujudnya impian yang telah terbentuk.
       Seseorang pernah hampir mengikis habis kepercayaanku terhadap impianku.

"Kalo punya mimpi jangan ketinggian, ntar kalo jatuh bisa lebih sakit"
       Seketika itu rasanya seperti hentakkan. Aku terdiam, dan bukannya menyangkal atau sekedar  merespon dengan anggukan atau sejenisnya, aku justru mengalihkan topik pembicaraan. Seketika itu pula aku merasa seperti menyetujui kalimatnya. Tapi, saat aku tiba di rumah dan menemukan kepercayaanku dalam keaadaan terkikis, aku merasa kesal. "Untuk apa aku tempelkan gambar-gambar ini di dinding kamarku?" Aku pikir aku akan melupakannya, tapi tanpa kusadari justru dengan melihatnya sekali lagi, aku semakin kesal. Setelah aku pahami, ternyata kekesalanku adalah bentuk rasa tidak terima atas kalimat pengikis itu. Gambar-gambar itu ternyata memancarkan sesuatu yang tertangkap oleh kedua mataku, hingga akhirnya kepercayaan itu hidup lagi, bahkan lebih.
       Aku tahu, dan paham betul bahwa seseorang harus mempertimbangkan realita saat memilih impiannya. Jatuh adalah hal yang sangat pasti terjadi. Tapi bukankah sebelum kita bermimpi pun kita sudah sangat sering terjatuh? Lalu takut apalagi? Jatuh yang lebih sakit lagi?
       Bagiku, seseorang mampu menjadi lebih dewasa dan lebih kuat karena ujian yang dihadapinya semakin hari semakin sulit. Jatuh yang ia rasakan pun semakin lama semakin sakit. Tapi ia akan jauh lebih kuat. Bukankah tidak mungkin seseorang terjatuh dalam keadaan jatuh? Saat ia terjatuh, ia pasti akan berusaha untuk bangkit. Maka setelah bangkitlah ia akan terjatuh lagi, dan tentu akan bangkit lagi, sekali pun akan terjatuh lagi, ia pun pasti berusaha untuk bangkit lagi. Satu hal yang membuatku takut adalah, ketika aku terjatuh dan harusnya bangkit, tapi aku justru menyia-nyiakan kesempatan untuk berusaha bangkit. Sungguh aku akan merugi hingga aku benar-benar dalam titik puncak ketidakmampuanku untuk bangkit. Bagiku, selama aku masih hidup, aku harus memilih, berusaha, atau mati. Karena tidak mungkin seseorang berhenti untuk bertindak sementara ia belum mengakhiri kehidupannya di dunia ini.
       Bukankah kita sebagai umat muslim telah diperintahkan untuk takut hanya pada Nya? Mungkin aku memang bukan orang yang memiliki satu-satunya rasa takut hanya pada Nya, aku masih takut pada kegelapan, aku masih takut jika harus menyodorkan tanganku dalam pemanggang yang panas, aku juga masih takut banyak hal. Tapi yang aku tahu dan selalu membantuku saat aku takut adalah, Ia selalu ada untuk menolongku, untuk mengangkatku dari pemanggang panas, untuk mengulurkan tali saat aku terperosok jurang, untuk memberikan secercah cahaya saat gelap, dan untuk apapun itu, Ia selalu ada. Lantas, selama aku bisa menikmati mimpiku dan memiliki kesempatan untuk mewujudkannya, kenapa aku harus berhenti karena ketakutan akan sakit saat terjatuh??
         "Membatasi mimpi"
       Rasanya seperti membatasi besarnya jatah oksigen yang bisa kau hirup per detiknya, juga seperti kembali pada zaman dahulu kala di mana perempuan harus menahan semangatnya untuk mengenal apa itu abjad, apa itu bakat, apa itu keberhasilan, dan apa itu kebebasan yang terhormat.
       
       Ah, entahlah! Terlalu lelah untuk mengupas semuanya. Mungkin satu-satunya jalan hanyalah dengan membuktikan pada diri sendiri tentang apa itu mimpi, tentang seperti apa saat kau terjatuh dalam perjuanganmu meraihnya, dan tentang saat-saat di mana dirimu tersenyum karena Tuhan telah membantu usahamu dan mengabulkan doa-doamu.

Nick Vujicic

Sebaiknya bermimpilah sebelum kesempatanmu untuk bermimpi telah hilang. Hanya bermimpi saja, dan jika kamu merasa tidak yakin, maka gantungkanlah mimpi itu sejelas-jelasnya. Siapa yang tahu tentang apa yang akan terjadi nanti?!