Perempuan itu... saat itu ia bukan ingin memaksakan kehendaknya atau
mendorong seseorang itu jatuh jauh ke dalam. Ternyata, ia ingin menjadi
pembatas baginya, bagi seseorang itu. Perempuan itu hanya ingin mencoba
membangun perlindungan untuk seseorang itu. Tapi sayang, ia melupakan satu hal.
Ia lupa bahwa yang ia hadapi adalah orang lain, orang yang belum tentu merasakan
hal yang sama dengannya. Ia lupa bahwa mungkin saja orang itu jauh lebih kuat
darinya dan justru merasa harus menghadapi semua di depan matanya.
Ia lebih suka menghindar dari pada mengutarakan sesuatu yang menurutnya
akan membuat semua lebih rumit. Seseorang dengan sikap normal akan memilih
untuk berdebat hingga pendapat dan keinginannya diterima. Tapi perempuan itu,
ia justru lebih suka lari jauh menghindari percakapan. Ia masih saja merasa
lebih baik untuk menyimpan semuanya. Bagi kebanyakan orang, hal itu akan
terkesan seperti rahasia-rahasia yang tidak boleh sedikit pun tercium
keberadaannya. Tapi bagi perempuan itu, melakukannya adalah hal yang biasa.
Menyimpan semuanya sendiri bukan berarti selalu bermaksud membuatnya menjadi
rahasia, ia hanya enggan untuk berbicara.
Suatu waktu, beberapa kali, ia merasa bahwa ia tak perlu berucap. Entah
karena ia merasa tidak pernah didengar atau justru ia berpikir tidak akan ada
yang mengerti ucapannya. Tapi ia harus berbicara, maka ruang hampa lah yang
akan mendengarnya. Mungkin tidak banyak luka yang ia terima, tidak banyak yang
mengganggu kehidupannya. Tapi ada satu luka yang baginya terasa sangat
menyakitkan. Apa mungkin ini cara untuk melindungi dirinya? Apa mungkin semua
diamnya ia jadikan sebagai pembatas antara dirinya dengan begitu banyak hal
yang bisa menyakitinya?
Ia, pemilik nama itu, kini baginya hanya sebatas angin yang baru saja
menghilang. Pemilik nama itu hanya sebatas udara yang tiba-tiba berlari
kencang. Ia cukup mengejutkan dengan kehadirannya. Perempuan itu, kehidupannya
sempat dikejutkan dengan kehadiran sang pemilik nama. Tapi, seperti halnya
angin yang dengan cepat berlalu, begitu pula pemilik nama itu. Ia juga begitu
cepat berlalu, berpindah ke ruang hampa lainnya tanpa meninggalkan jejak
sedikit pun. Bagi perempuan itu, mungkin sang pemilik nama hanya sebagai
penghias dalam catatan monotonnya. Mungkin ia sengaja dihadirkan agar perempuan
itu bisa menilai perasaannya yang sempat membuat ia sendiri berada dalam hitam
dan putih.