Free Red Glitter Pointer Cursors at www.totallyfreecursors.com
Summer: Untitled

Monday, October 20, 2014

Untitled

Belajar mengenai diriku sendiri, sesuatu yang sebelumnya tidak kusadari akan benar-benar terjadi. Diriku sendiri yang kupikir lebih logis dalam bertindak dan mengambil keputusan, ternyata tidak seutuhnya demikian. Aku selalu berpendapat bahwa hanya dalam kisah drama televisi perasaan yang sama sekali irasonal itu benar-benar ada. Aku selalu memandang sebelah mata mereka yang ditampilkan dalam kisah penuh romansa cinta yang sulit dipahami dengan pikiran saja. Tapi beberapa jam lalu, aku melakukannya.
Sejak awal, pandanganku sama, bahwa dalam membangun kehidupan materi bukan sesuatu yang bisa diabaikan, meski bukan yang bisa dijadikan sandaran. Aku sangat paham bahwa ada begitu banyak kebutuhan yang seharusnya dipenuhi dengannya, dan memang sangat membutuhkannya. Di lain sisi aku juga sangat paham bahwa kebahagiaan batin bukan hanya ditentukan oleh itu, entah apa namanya, yang jelas untuk mencapainya perlu perpaduan yang sesuai antara keinginan batin dengan ketersedianya materi. Seberapa banyak yang dibutuhkan tentu tidak sama, bisa jadi yang dianggap di bawah batas standar nilai kekayaan secara umum itu lah yang justru mencapai bahagianya. Tapi ada pula, yang mengaku tidak akan pernah mencapainya sebelum batas tertentu yang direncanakan belum diraih.
Hari ini, beberapa jam lalu, aku disuguhkan satu kepingan waktu yang membuatku harus memutuskan antara garis batas logika dengan sisi irasionalku sebagai manusia. Ada masa depan menjanjikan dengan nilai materi yang tidak main-main bagiku di sana, tapi ada satu hal yang sangat jelas yang menghalangi bayangan masa depan itu. Satu hal, yang masih membatasi diriku untuk berbaur dengan dunia, yang sejak dulu belum benar-benar mampu kukendalikan, hal itu yang menghalangi bayangan yang banyak orang sebut dengan masa depan menjanjikan. Ya, sebagian besar orang mengatakan begitu. Tentu diriku tidak bisa mengingkari sisi dengan sedikit kebutuhan yang banyak orang katakan materialistis ini, tapi aku lebih tidak bisa lagi menepis titik irasional yang lebih dalam pada diriku.
Aku yang mengelu-elukan pemikiran secara logis, justru terjebak dalam lembah perasaan. Tidak begitu luas hingga aku bisa berhati-hati menghindarinya, tapi cukup dalam hingga akan sangat sulit untuk keluar ketika sudah berada di dalamnya. Ini seperti, aku bisa melihat ke arah mana seharusnya aku berjalan dengan segala rencana, tapi ada jalan lain yang lebih membuatku nyaman melaluinya meski jauh lebih sulit. Ini seperti sebuah kekuatan yang membuatku memutuskan bahwa aku dengan sadar menyatakan diri ini siap atas segala kesulitan yang berkali lipat itu.

No comments:

Post a Comment