Pernikahan merupakan ikatan sakral
antara seorang perempuan dengan laki-laki. Ikatan yang terjadi antara keduanya―yang tidak bertalian
darah―bahkan akan
menjadi lebih mendalam dari ikatan-ikatan yang dimiliki sebelumnya. Bersatunya seorang
perempuan dengan laki-laki dengan ikrar suci atas nama Allah. Sesuai dengan
tujuannya pun sudah sangat jelas bahwa seharusnya hal ini dilakukan bukan hanya
karena satu poin yang kebanyakan orang katakan merupakan yang paling penting
dalam pernikahan―cinta.
Mengapa seseorang harus menikah,
atau setidaknya berusaha untuk mencari jalan menuju pernikahan? Mengapa seorang
laki-laki atau perempuan tidak bisa memilih untuk hidup sendiri tanpa ikatan
tersebut? Mengapa Allah bahkan mewajibkan hal ini pada ukuran tertentu?
“Dan diantara
tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”
(QS. Ar Ruum (30) : 21)
“Janganlah
kalian mendekati zina, karena zina itu perbuatan keji dan suatu jalan yang
buruk”
(QS. Al Isra
32)
Allah Maha Mengetahui apa yang
hambaNya butuhkan, apa yang dirasakan, dan diinginkan. Termasuk dalam
pernikahan. Fitrahnya manusia menyukai sesuatu yang menentramkan batinnya,
menginginkan kehidupannya penuh kasih sayang dan perhatian dari orang-orang
sekitarnya. Itulah yang Allah berikan, jalan yang baik, yang terjamin untuk
mencapai hal tersebut―pernikahan.
Jika pernikahan dihindari sedangkan kebutuhan terhadap ketenteraman dan kasih
sayang itu pasti adanya, jalan apa lagi yang mungkin ditempuh oleh seseorang
untuk mencapainya. “Keluarga juga memberi kasih sayang. Mereka juga membuat
hati kita tenteram.” Benar, tentu saja. Tapi pada batas tertentu seseorang
menyadari dirinya bukan hanya sebagai manusia yang menginginkan hal itu tetapi
sebagai ‘perempuan’ atau ‘laki-laki’.
“Aku tidak tertarik dengan hal-hal
itu, aku lebih suka menikmati hidupku sendiri.”
“Bagi kalian
Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri,
kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu
keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik”
(QS. An Nahl (16) : 72)
Ada hak, ada kewajiban. Allah
memberikan hak pada semua manusia untuk mencapai keinginannya, dengan jalan
terbaik yang telah Ia tentukan. Begitu pun sebaliknya, Allah tetapkan kewajiban
yang harus dilaksanakan oleh umatNya. Melahirkan dan menjaga
keturunan-keturunan yang akan membawa kehidupan menuju tahap-tahap generasi
selanjutnya. Dengan jalan pernikahan, Allah serukan pada manusia untuk mencetak
generasi selanjutnya yang baik dan berkualitas sesuai dengan penilaianNya.
“Saya sadar itu
semua, saya mengerti. Lalu, bagaimana jika saya belum benar-benar siap?”
No comments:
Post a Comment