Free Red Glitter Pointer Cursors at www.totallyfreecursors.com
Summer: “Kedua pria itu duduk berhadapan. Kehangatan terpancar dari mata mereka.”

Sunday, October 19, 2014

“Kedua pria itu duduk berhadapan. Kehangatan terpancar dari mata mereka.”

Beberapa menit lalu, tanpa sengaja kutemukan sebuah buku bersampul hitam, bergambar jaring laba-laba dengan judul yang cukup singkat. “Supernova”.
Keping satu, baris teratas, kalimat pertama, membuatku menebak apa yang terkait di dalamnya. Apa yang bisa terbentuk di pikiran jika terbaca, “Kedua pria itu duduk berhadapan.”? Suasana yang mungkin tegang karena perselisihan, atau justru santai karena percakapan ringan. lalu kubaca kalimat kedua (memaksa diriku untuk menolak pemikiran lain selain keduanya), “Kehangatan terpancar dari mata mereka”.
Aku berhenti. Sampai di situ. Bukan menebak, aku memang tahu apa yang dimaksud. Tidak perlu kalimat ketiga atau baris-baris selanjutnya. Tapi, usaha yang berupa penolakan terhadap pemikiran yang muncul memaksaku untuk benar-benar menemukan buktinya. Baris selanjutnya, lagi, lagi, hingga lembar yang berbeda, sedikit lega karena tidak kutemukan bukti. Aku melanjutkan, membaca baris per baris yang justru berisi teori-teori yang bahkan tidak mampu kubayangkan meski berulang kali membacanya. Aku terhanyut. Sayangnya, di lembar lain, sebuah teori yang masih berkaitan munculsatu-satunya di buku ituyang dengan sangat jelas kupahami. Bukan hanya teori, tapi, itulah bukti yang kuabaikan sejak aku terhanyut membaca bagian sebelumnya.
Apa yang memangnya akan kulakukan jika bukti itu benar-benar kutemukan? Apa yang kurencanakan hingga aku ingin sekali memastikan tentang bukti itu? Aku juga tidak tahu pada awalnya. Kupikir, aku akan menghela napas dalam, merasa kecewa karena ada skandal serupa dalam tulisanku, dan sudah. Tapi sayangnya, bukan hanya itu. Perkiraanku salah. Satu hal yang sama sekali tidak kuduga, aku merasa cukup kesakitan, hanya karena bukti yang masih mempertahankan posisi kisah itu yang tentu saja sekedar fiksi. Tidak nyata, tapi terasa sangat nyata. Setidaknya beberapa saat aku merasakannya. Bodohnya, itu menarikku pada serpihan ingatan beberapa tahun lalu, ingatan yang seharusnya tidak berpengaruh apapun pada pikiran apalagi tindakanku. Ingatan tentang ia yang sama, seorang yang berbeda di mata dunia. Tapi, kurasa aku sendiri pernah menganggapnya demikian, berbeda dari pandangan dunia. Sebenarnya aku suka itu, perbedaan yang hanya satu-satunya namun begitu mencolok.
“Apa yang sedang kamu bicarakan?”
Apa lagi? Memang apa yang kutulis dari awal tidak begitu jelas? Atau memang masih banyak orang yang benar-benar tidak tahu? Sungguh tidak tahu, sebagaimana aku beberapa tahun lalu? Mungkin saja. Berbahagialah jika satu hal itu belum mencapai tempat paling irasional dalam logikamu. Karena, itu sama halnya dengan seorang pendidik yang mengajarkan budi luhur yang tiba-tiba melakukan kesalahan dengan etika dan moralnya.
“Hm, benar-benar. Apa yang sedang kubicarakan?”

No comments:

Post a Comment