Free Red Glitter Pointer Cursors at www.totallyfreecursors.com
Summer: It's Called Freedom

Thursday, March 6, 2014

It's Called Freedom



Bebas, seperti saat aku mengepakkan sayap tanpa ragu. Bebas, seperti saat berdiri di atas tebing dan berteriak sekuat tenaga. Tapi rumahku bukan rumah pohon, yang mengharuskanku terbang untuk berpindah ke tempat lain. Tempatku berada juga sangat jauh dari alam bebas yang sepi, yang membiarkanku bersuara tanpa batas. Aku bebas, namun berbatas.
Bebasku bukan membiarkan diri acuh hingga merampas bebas orang lain. Aku bebas, namun berbatas. Jika berteriak sekencangnya sedangkan banyak pasang telinga terganggu, aku pun merasa terkekang dengan kecapan mereka. Jika terbang tanpa ragu sedangkan banyak jejak kaki jadi tak beraturan, aku pun terkekang dengan pandangan sinis mereka. Aku bebas, namun berbatas.

~~~

Jauh sebelum memahami kebebasan, kupikir bebas adalah bertindak sesuka hatiku, mengekspresikan diri tanpa batas. Jika suatu waktu kecaman kudengar pada mereka yang berkarya, maka kuanggap itu terlalu mengekang, terlalu konservatif rasanya. Body painting, freestyle art, sensational music concert, trend fashion, dan semua hal bebas (menurut pandangan umum) lainnya. Semua yang katanya ‘seharusnya bebas’ itu selalu kupandang positif sebagai suatu karya. Karya itu bebas, karya itu tak berbatas. ‘Semau loe mengekspresikan diri’. Itu pernyataan gaulnya. Aku pun sependapat. Karya harus dibuat tanpa batasan, semakin gila sebuah karya, maka semakin tinggi nilainya. But, that was my opinion in long time ago.
Suatu ketika sebuah kalimat menyerangku, menyerang pemikiranku. Sebuah kalimat tentang kebebasan. Bahwa bebas berarti tidak terkekang dengan pandangan atau pendapat orang lain terhadap apa yang melekat pada diri kita. Waktu itu berkaitan dengan busana, terutama cara berpakaian wanita.
Kenapa model yang paling diminati dari kalangan perempuan? Kenapa banyak iklan menampilkan perempuan dengan cara berpakaiannya yang dapat dikatakan terbuka?
Jawabannya, karena perempuan dianggap lebih menarik, dan jauh lebih menarik lagi jika cara berpakaiannya bisa dikatakan kekurangan kain. Semua itu berkaitan dengan kesenangan mata. Mereka yang menjual produknya dengan cara demikian, bertujuan untuk menarik sebanyak-banyaknya perhatian penonton khususnya dari kalangan laki-laki. Awalnya kupikir pendapat tentang terkekang dalam pandangan orang lain itu tidak masuk akal, meskipun aku sendiri tidak memiliki keberanian untuk berlaku bebas sebebas-bebasnya tanpa mengikuti aturan. Saat seseorang mengusulkan sebuah karya, kubilang “jangan, tidak sesuai aturan”. Aku tidak sependapat dengan orang-orang yang mengecam ketidakterbatasan dalam berkarya, tapi terlalu takut menjalaninya.
Ketika berada di sekolah mengengah, ada keinginan untuk berkerudung, berpakaian selayaknya perempuan muslim. Tapi seketika berpikir, “gimana kalo aku dibilang ikut-ikutan? Apalagi sudah mau lulus, ntar dibilang telat.” Aku bebas menunjukkan diriku tanpa penutup yang seharusnya, kerudung, pakaian berlengan panjang, tanpa itu semua. aku bebas, tapi ternyata terkekang oleh pemikiran bahwa akan ada orang yang mengatakan ini dan itu. Ketika memasuki masa awal kuliah, syukurlah aku sudah mengenakan pakaian tertutup, meski belum sempurna. Suatu waktu aku dan beberapa teman melihat seorang perempuan mengenakan pakaian yang bukan hanya tertutup tapi juga longgar, sangat longgar hingga tak tampak bentuk tubuhnya. Lalu banyak di antara orang-orang di sekitarnya berkata ini dan itu. Ya, aku setuju dengan mereka. “Buat apa sih pake pakaian sampe begitu?  Yang penting kan sudah tertutup.” Tapi setelah beberapa waktu berlalu, aku justru ingin berpakaian seperti perempuan tadi. Sayangnya, aku malu, dan agak sedikit khawatir. “Gimana kalo temen-temen bilang aku ekstrimis? Atau bahkan kampungan?” Kembali, aku terkekang dengan pendapat orang-orang di sekitarku.
Merasa terkekang belum membuatku benar-benar paham, mengapa disebut bebas jika masih ada batasan? Baru lah, setelah mencoba untuk melepas kekhawatiran terhadap pendapat orang lain, aku mulai mengerti. Memulai mengenakan pakaian yang ‘sedikit’ lebih longgar dari biasanya, mengganti celana dengan rok misalnya, lalu berjalan melalui lorong kampus. Ya, ternyata memang benar. Ada saja yang menoleh dan menatap dengan cara yang tidak biasa. Apalagi saat ini. Bukan hanya dengan pakaian yang berbeda dari sebelumnya, aku mencoba dengan kerudung yang lebih panjang. Wah, cara mereka menatap juga semakin berbeda. Normal saja jika pada awalnya merasa aneh dan kurang nyaman dengan tatapan-tatapan itu. Tapi sepertinya, jika demikian, mungkin aku bukan termauk golongan ‘normal’. Karena ternyata, saat awal-awal mencoba, bukan pandangan aneh dan kurang nyaman yang kurasakan, melainkan rasa aman. Wah, even I felt so confidence! Jika dibilang aneh, just tell me, I love to be eccentric! Ha...ha....
Itu artinya, kebebasan juga berarti menjadi diri sendiri seperti apa adanya seseorang itu. Tentu saja. Apa bebas namanya jika harus menghabiskan banyak uang untuk membeli barang-barang bermerek hanya untuk diterima dalam komunitasnya? Atau harus mengejar trend fashion  setiap saat hanya untuk dibilang keren? Hey, whatever you do, jika semua itu hanya demi pandangan orang lain terhadapmu, that’s not cool!
Hmm, semakin berlanjut pemilihan kataku semakin meracau, padahal pembukaannya udah sip begitu. Ha... ha....
Ya, bebas bukan berarti lepas. Aku bebas, namun berbatas!

No comments:

Post a Comment