Free Red Glitter Pointer Cursors at www.totallyfreecursors.com
Summer

Friday, March 7, 2014

     Beberapa hari melalui banyak hal bersama sahabatnya membuat gadis belia itu berpikir tentang pernikahan.

إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نِصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي

Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi).

     "Nama saya...." Gadis belia itu kini telah menjadi seorang perempuan remaja yang beranjak dewasa. Ia bernama Syifa. Sejak mengetahui hadits tersebut, ia berpikir untuk menyempurnakan separuh agamanya. Ia begitu ingin menikah hanya karena satu kalimat tersebut, terlebih ketika Sari, sahabatnya memberikan pendapat yang sama. Keinginannya semakin kuat, dan ia semakin sering berdoa di waktu-waktu khusus selain dalam sholat. Ia mulai mencintai hujan melebihi sebelumnya. Ia pun lebih tenang setelah adzan berkumandang, dan ia, berusaha lebih sabar. Semua kebiasaan yang tidak baik di waktu-waktu istimewa itu ia ganti dengan rangkaian doa. Tentang pernikahan yang rahmatan lil 'alamin, tentang putra putri yang sholeh dan sholehah, tentang keluarga, tentang apapun lainnya yang ia sering abaikan sebelumnya. Ia berdoa, dan terus berdoa. 

"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan." (TQS Al Fatihah 5).

     Setiap kali pertemuannya dengan Sari, mereka hampir selalu mengungkapkan untuk segera menikah untuk melaksanakan perintah tersebut. Mengobrol tentang seperti apa kelak suami mereka, juga tentang usia mereka kelak ketika memiliki anak. Seolah telah siap dengan keputusan menikah tersebut, keduanya sangat antusias membicarakan pernikahan. Saat ditanya, Syifa begitu bersemangat menjawab. Tapi, suatu saat sesuatu sepertinya tampak berbeda.

     "Dari hasil periksa tadi katanya minat untuk menikah minim banget, bahkan hampir nggak ada." Ucap Syifa saat mengobrol bersama Sari.
     "Kok bisa ya? Padahal kan duluan kamu yang bilang mau nikah, malah lebih ngebet kamu." Kata Sari menanggapi pernyataan Syifa.

     "Iya, memang sungguh aku ingin menikah. Tapi sesungguhnya bukan pernikahannya yang kuimpikan, melainkan saat-saat di mana aku telah menyempurnakan separuh agamaku. Bukan kekasih yang halal yang kudambakan, melainkan saat-saat setiap keikhlasan dan keridhoanku menyertai harinya memenuhi catatan amalan yang menuntunku menuju jannah. Sungguh aku belum terbiasa meski hanya membayangkan akan ada seorang laki-laki dalam kehidupanku. Sungguh masih terasa sulit bagiku. Tapi aku ingin mengejar cinta-Nya, aku ingin menyempurnakan diri sebagai umat-Nya."


     Terasa sangat sulit bagi Syifa untuk memantapkan hati menerima seseorang masuk dalam kehidupannya. Bukan karena hatinya telah terisi, melainkan karena pandangannya terhadap laki-laki yang membuatnya sulit menerima kaum adam. Meski dari hati yang paling dalam ia menyadari bahwa manusia yang paling dicintainya adalah seorang laki-laki, Rasulullah sallallahu 'alaihi wa salam. Tapi beliau berbeda, manusia pilihan dengan hati yang jauh berbeda dari sebagaimana laki-laki biasa. Cintanya karena kecintaan pada Allah, dan marahnya tersebab sesuatu yang dibenci Allah, akhlaknya adalah al Qur'an. Maka apa yang menghalangi umat untuk mencintainya? Syifa tidak berharap seseorang seperti manusia pujannya itu yang kelak akan menjadi imamnya, jelas itu tidak mungkin. Tidak satu umat manusia pun yang mampu menjadi seperti Rasulullah. Hatinya semakin bimbang. Ia semakin mantap jika memikirkan kelak setiap harinya mengisi waktu dengan amalan yang dianjurkan Rasul tercintanya, namun ia sedikit goyah jika memikirkan tentang kehadiran seorang laki-laki dalam hidupnya.


"Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." (TQS Al-Baqarah 216).

     Kembali pada-Nya, Dzat Penguasa seluruh alam adalah pilihan yang paling tepat menurutnya. Setiap masalah sudah seharusnya dikembalikan pada-Nya, meminta petunjuk dan kekuatan untuk selalu bersabar menjalaninya. Lalu, harus seperti apa Syifa meminta? Sesuatu yang sedang mengganggunya, yang kini menjadi masalahnya bukanlah restu orang tua, atau jodoh yang tak kunjung datang. Masalahnya adalah dirinya sendiri.

No comments:

Post a Comment