Free Red Glitter Pointer Cursors at www.totallyfreecursors.com
Summer: Sepenggal Nama dalam Agenda

Thursday, March 12, 2015

Sepenggal Nama dalam Agenda



Perempuan itu... saat itu ia bukan ingin memaksakan kehendaknya atau mendorong seseorang itu jatuh jauh ke dalam. Ternyata, ia ingin menjadi pembatas baginya, bagi seseorang itu. Perempuan itu hanya ingin mencoba membangun perlindungan untuk seseorang itu. Tapi sayang, ia melupakan satu hal. Ia lupa bahwa yang ia hadapi adalah orang lain, orang yang belum tentu merasakan hal yang sama dengannya. Ia lupa bahwa mungkin saja orang itu jauh lebih kuat darinya dan justru merasa harus menghadapi semua di depan matanya.
Ia lebih suka menghindar dari pada mengutarakan sesuatu yang menurutnya akan membuat semua lebih rumit. Seseorang dengan sikap normal akan memilih untuk berdebat hingga pendapat dan keinginannya diterima. Tapi perempuan itu, ia justru lebih suka lari jauh menghindari percakapan. Ia masih saja merasa lebih baik untuk menyimpan semuanya. Bagi kebanyakan orang, hal itu akan terkesan seperti rahasia-rahasia yang tidak boleh sedikit pun tercium keberadaannya. Tapi bagi perempuan itu, melakukannya adalah hal yang biasa. Menyimpan semuanya sendiri bukan berarti selalu bermaksud membuatnya menjadi rahasia, ia hanya enggan untuk berbicara.
Suatu waktu, beberapa kali, ia merasa bahwa ia tak perlu berucap. Entah karena ia merasa tidak pernah didengar atau justru ia berpikir tidak akan ada yang mengerti ucapannya. Tapi ia harus berbicara, maka ruang hampa lah yang akan mendengarnya. Mungkin tidak banyak luka yang ia terima, tidak banyak yang mengganggu kehidupannya. Tapi ada satu luka yang baginya terasa sangat menyakitkan. Apa mungkin ini cara untuk melindungi dirinya? Apa mungkin semua diamnya ia jadikan sebagai pembatas antara dirinya dengan begitu banyak hal yang bisa menyakitinya?

Ia, pemilik nama itu, kini baginya hanya sebatas angin yang baru saja menghilang. Pemilik nama itu hanya sebatas udara yang tiba-tiba berlari kencang. Ia cukup mengejutkan dengan kehadirannya. Perempuan itu, kehidupannya sempat dikejutkan dengan kehadiran sang pemilik nama. Tapi, seperti halnya angin yang dengan cepat berlalu, begitu pula pemilik nama itu. Ia juga begitu cepat berlalu, berpindah ke ruang hampa lainnya tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Bagi perempuan itu, mungkin sang pemilik nama hanya sebagai penghias dalam catatan monotonnya. Mungkin ia sengaja dihadirkan agar perempuan itu bisa menilai perasaannya yang sempat membuat ia sendiri berada dalam hitam dan putih.


Jawaban yang ia cari, atau lebih tepatnya yang coba ia terima, kini ada di hadapannya. Mengenai perasaannya, ia kini tahu cara yang paling tepat untuk memastikan jawaban tersebut. Yaitu, berhadapan langsung dengan sumber pertanyaan itu. Dan kini, seseorang itu berada tepat di hadapannya.
“Sesungguhnya aku tidak benar-benar mengenalmu. Aku hanya ingin tahu, dan berusaha mendekat hanya karena menginginkannya. Aku ingin tahu tentangmu, tentang apa yang kau sukai dan kau benci. Tentang apa yang bisa membuatmu kesal, dan apa yang mampu mengukir senyummu. Sekedar ingin tahu, kurasa... aku justru merasa tahu.”
Dan ia, seseorang itu, ia tersenyum mendengar ucapan perempuan itu.
“Apa? Kenapa? Karena ada begitu banyak namaku di agendamu? Jika benar-benar ingin tahu, kenapa kamu menulisnya? Kenapa menulis begitu banyak?”
“Apa?”
“Kenapa hanya menulisnya? Kenapa... tidak kau sebut saja? Sebutkan saja, dan jika perlu, teriakkanlah, agar aku mendengarmu, agar aku... menoleh dan berbalik kepadamu.”

1 comment: