Cinta,
lebih sering disalahkan. Ia disalahkan karena menurut mereka cinta lah yang
membuat sakit, cinta lah yang menyebabkan derita. Hal yang seharusnya mereka
tahu, cinta adalah korban. Fitnah terhadapnya terlalu sering dituduhkan tanpa
mereka sadari bahwa apa yang ada di belakang cinta lah pelakunya, nafsu. Nafsu
itu bersembunyi di balik kata cinta, menggunakan cinta agar ia sendiri tidak
diketahui keberadaannya. Sesungguhnya cinta, bukanlah hal yang buruk, bukan
penyebab semua kesakitan dan penderitaan batin, begitu pun lahir. Sesungguhnya
cinta yang memberi kesempatan pada seseorang untuk melakukan suatu hal kecil
yang berarti besar. Sesungguhnya cinta memberi kekuatan pada seseorang untuk
berjuang bahkan saat ia tahu dirinya bisa hancur dan kesakitan karenanya.
Cinta, Tuhanmu, nabimu, ibumu,
ayahmu, saudaramu, kerabatmu, sahabatmu, dan bahkan kekasihmu. Semua itu cinta.
Selalu memberi kekuatan untuk terus berusaha demi semua yang dicintai, selalu
ingin memberi yang terbaik demi mereka yang dicintai.
Cinta pada Tuhan. Mencintai yang
ghaib, abstrak, tidak berwujud. Seorang manusia, saat ia mencintai manusia
lain, dengan mudahnya bisa menunjukkan perasaan cintanya. Ia membantunya,
menghibur, menemani, memenuhi keinginannya, apapun usaha untuk tidak
mengecewakannya. Lalu, pada yang abstrak? Pada Tuhan? Allah SWT?
Allah adalah kekuatan ghaib terbesar
di seluruh alam semesta. Ia abstrak dan tidak berwujud, tapi kita harus
mencintainya. Cinta yang sebenarnya hampir sama dengan cara kita memperlakukan
cinta pada manusia lainnya. Menemani, mengingat, memenuhi keinginan, tidak
mengecewakan, dan hal lainnya. Tapi, sepertinya hal itu lebih besar dilakukan
pada manusia, pada sesama daripada untuk Tuhan, untuk Allah SWT. Sesungguhnya
cinta untuk-Nya harusnya cinta terutuh, cinta tertulus, paling abadi, tiada
tara. Ia memberi tanpa kita meminta, hadir bahkan saat kita melupakannya,
selalu mengawasi bahkan saat kita tak rela mengorbankan waktu yang hanya
sedetik untuk mengingat-Nya. Itulah yang dilakukan oleh kebanyakan manusia.
Seorang manusia, mengidolakan
seorang tokoh, artis, pengusaha, seniman, dan lainnya. Memasang foto mereka
dalam ukuran besar di kamarnya, mengingat hari ulang tahunnya lantas
merayakannya setiap tahunnya. Membayangkan kisah apabila bertemu mereka,
histeris jika mendengar namanya, dan apapun. Yang ada dalam ingatannya, dalam
bagian waktu terbanyak dalam kesehariannya adalah sang idola. Kemana tempat dan
waktu untuk Tuhanmu? “Aku memberi-Nya
tempat, ada pula di hatiku, ketika aku sholat, aku selalu mengingat-Nya”
Dalam satu waktu sholat, membutuhkan lima sampai sepuluh menit, itu artinya
dalam sehari ada 25 sampai 50 menit waktu yang disediakan untuk-Nya. Dari waktu
sehari semalam, 24 jam, hanya tersisa satu jam untuk-Nya, benar? Mengingat
hari-hari penting sang idola, menghabiskan begitu banyak waktu untuk mencari
tahu banyak hal tentangnya melalui berbagai media. Pernahkah kau mencoba
mencari tahu sedikit hal saja tentang waktu-waktu istimewa yang Tuhan berikan?
Atau setidaknya pernahkah kau mencari sedikit hal saja tentang hari-hari
istimewa sang nabi? Nabi yang juga seorang manusia, yang berwujud dan mungkin
lebih mudah untuk mencintai yang berwujud, pernahkah? Atau sekedar mengingat
dan berdoa di hari kelahirannya dengan begitu bahagia seperti saat merayakan
hari ulang tahun sang idola, pernah?
Mencintai yang berwujud itu memang lebih mudah, lebih mudah pula
dirasakan. Tapi, sadarkah tentang apa yang kau lihat tidak mungkin pernah kau
lihat jika Ia tidak menghadiahkan mata yang indah? Lupakah jika melodi, irama yang merdu tidak
mungkin didengar jika sepasang pendengaran tidak dianugerahkan padamu? Apakah bisa
merasakan nikmatnya sepiring sarapan jika indera perasa di mulutmu mati? Apakah
masih sanggup merasakan kebahagiaan jika Ia menutup hatimu? Apa bisa semua itu?
Ia memberikan apapun yang engkau butuhkan tanpa memintanya. Tapi perlakuan
pada-Nya, seolah tidak ingin mengingat-Nya jika setiap detikmu tidak diberi
kebahagiaan, dan tidak dijauhkan dari segala bentuk derita. Lalu, bagaimana
dengan idolamu? Apa yang ia berikan padamu? Hanya lantunan musik, hanya
pagelaran drama, hanya bentuk indah sebuah pahatan, hanya, hanya, hanya. Tapi
perlakuanmu padanya? Setiap detilnya kau tahu, bahkan selalu ingin tahu, lebih
dan lebih.
No comments:
Post a Comment